Jakarta – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengambil tiga langkah strategis untuk merespons polemik izin tambang nikel dan ancaman terhadap industri pariwisata di Raja Ampat.
1. Ketatkan Pengawasan dan Transparansi Izin
Kemenparekraf mendukung upaya DPR dan masyarakat agar penerbitan izin tambang dilakukan secara transparan. Hal ini meliputi pemantauan menyeluruh dari hulu ke hilir, termasuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP), AMDAL, UKL-UPL, hingga izin pemanfaatan laut.
2. Perkuat Koordinasi Antar Lembaga
Untuk menjaga keberlanjutan pariwisata, koordinasi intensif dijalin dengan Kementerian ESDM, KLHK, KKP, Kemenparekraf, dan pemerintah daerah setempat.
Baca juga: Menhan Tinjau Lokasi Program Biodiesel di Boven Digoel, Papua Selatan
Tujuannya agar setiap izin tambang tidak mengancam destinasi wisata, terutama kawasan konservasi laut dan wilayah adat yang sensitif.
3. Digitalisasi Prosedur dan Pengawasan Keuangan
Melalui digitalisasi sistem perizinan dan pembayaran, Kemenparekraf memastikan aliran dana—seperti CSR dan pungutan di destinasi wisata—terpantau dan terdokumentasi dengan jelas.
Mekanisme ini juga diharapkan dapat mencegah praktik pungli dan menguatkan akuntabilitas pengelolaan destinasi seperti Raja Ampat.
Baca juga: Potensi Kenaikan Harga Emas Masih Terbuka Lebar
Kemenparekraf mengambil peran penting melalui pengawasan ketat, kolaborasi lintas lembaga, serta digitalisasi sistem izin dan keuangan.
Strategi ini diharapkan menjadi fondasi kuat dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan industri ekstraktif dan pelestarian ekosistem pariwisata, terutama di kawasan prioritas seperti Raja Ampat.
Sumber: kemenpar
Posted in Opini & Artikel