Jakarta – Menjelang perayaan Idul Adha 1446 H, berbagai daerah di Indonesia kembali menghidupkan tradisi khas yang tidak hanya sarat makna religius, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendorong pelestarian tradisi-tradisi ini sebagai bagian dari promosi pariwisata berbasis budaya.
Berikut lima tradisi Idul Adha yang unik dan dapat menjadi destinasi wisata budaya:
Di Desa Watestani, Kecamatan Grati, Pasuruan, masyarakat menggelar tradisi “Manten Sapi” sehari sebelum Idul Adha. Sapi-sapi yang akan dikurbankan dimandikan dengan air bunga, dihias dengan kain putih, dan diberi kalung bunga tujuh rupa.
Baca juga: Mahkamah Agung AS Izinkan DOGE Akses Data Sensitif Jutaan Warga, Picu Kekhawatiran Privasi
Setelah itu, sapi-sapi diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hewan kurban dan ungkapan syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan.
Suku Osing di Desa Kemiren, Banyuwangi, memiliki tradisi “Mepe Kasur” atau menjemur kasur di depan rumah menjelang Idul Adha.
Kasur-kasur berwarna merah dan hitam dijemur sebagai simbol penolakan bala dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Acara ini biasanya diawali dengan pertunjukan Tari Gandrung, menambah daya tarik budaya bagi wisatawan.
Baca juga: Lumajang Diprediksi Cerah Berawan pada Hari Raya Iduladha
Di Yogyakarta, tradisi “Grebeg Gunungan” dilaksanakan dengan mengarak tiga gunungan hasil bumi dari Keraton menuju Masjid Gede Kauman.
Masyarakat percaya bahwa siapa pun yang berhasil mengambil bagian dari gunungan akan mendapatkan berkah dan rezeki. Tradisi ini mencerminkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan dan mempererat hubungan antara kerajaan dan rakyat.
Tradisi “Accera Kalompoang” di Gowa melibatkan pembersihan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Gowa di Istana Balla Lompoa.
Baca juga: Semangat Tak Surut, Petugas Kesehatan Haji Tetap Siaga di Tengah Keterbatasan
Dilaksanakan selama dua hari, tradisi ini mempererat hubungan antara keluarga kerajaan dan pemerintah serta menjadi simbol pelestarian warisan budaya.
Meskipun mayoritas penduduk Bali beragama Hindu, umat Muslim di Bali merayakan Idul Adha dengan tradisi “Ngejot”, yaitu berbagi makanan dan minuman kepada tetangga non-Muslim.
Tradisi ini mencerminkan toleransi dan kerukunan antarumat beragama, menjadikan Bali sebagai contoh harmoni sosial yang patut dicontoh.
Baca juga: Menteri ESDM Akan Tinjau Tambang Nikel di Raja Ampat, Operasi PT GAG Nikel Dihentikan Sementara
Kemenparekraf mengajak masyarakat dan wisatawan untuk turut serta dalam pelestarian tradisi-tradisi ini. Dengan mengunjungi dan menghargai kekayaan budaya lokal, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai identitas bangsa dan potensi pariwisata yang berkelanjutan.
Sumber: kemenparkraf
Posted in Traveling & Kuliner